Muncul sebuah keresahan dari Pemerintah Hindia Belanda. Mereka mulai menyadari apa yang telah dilakukannya kepada kalangan bumiputra. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mencari solusi lain untuk membungkam dan mengontrol banyaknya tulisan yang mengkritik Pemerintah Belanda. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan sebuah perusahaan penerbitan dan percetakan bernama "Commisie voor de Inlandsche School en Volkslectuur" Pada 14 September 1908. Penerbit ini dalam bahasa Indonesia memiliki makna "Komisi Bacaan Rakyat" (KBR). Selain itu, ada informasi lain bahwa KBR menyalurkan hasil sastra Eropa dengan tujuan agar rakyat Indonesia tak tahu akan informasi politik yang berkembang.
Tak semua usaha yang dilakukan oleh KBR ini negatif. Pasalnya, pada 13 Oktober 1910 Terbit keputusan pendirian perpustakaan untuk menyebarkan buku- buku kepada masyarakat. Perpustakaan tersebut diberi nama “Taman Poestaka”. SelainSelain melalui perpustakaan, penyebaran karya Komisi dilakukan dengan penjualan yang dikelola Depot van Leermiddelen dan truk-truk kecil sebagai toko buku berjalan hingga ke desa-desa di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Mereka juga mendirikan perpustakaan di tiap-tiap sekolah ketika masa itu. Perpustakaan itu menyediakan jasa peminjaman dengan cara yang mudah dan adanya taman bacaan untuk mendukung perpustakaan itu. KBR menerbitkan buku-buku yang informatif dan beragam yang menuju ke berbagai segmen pembaca. Penulis yang ingin menyalurkan karyanya, harus disortir dulu oleh Pemerintah Hindia Belanda. Melalui cara ini, KBR bisa mulai mengendalikan koran-koran yang berkembang di masyarakat yang berisi kritikan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, KBR juga memberikan buku-bukunya terhadap sekolah-sekolah guna menunjang kurikulum pendidikannya.
Puluhan buku dan majalah diterbitkan saat itu dalam bahasa Melayu dan berbagai bahasa daerah, yaitu Jawa, Sunda, Madura, Batak, Aceh, Bugis, dan Makassar, dan ditulis dalam bahasa Melayu, Latin, Jawa, maupun Arab. Dianggap sukses, pada 22 September 1917 Komisi Bacaan Rakyat bertransformasi menjadi “Balai Poestaka”. D. A Rinkes dipercaya sebagai pimpinan pertama Balai Pustaka. Tanggal ini diperingati sebagai hari lahir Balai Pustaka. Buku-buku yang diterbitkan Balai Pustaka beraneka ragam topik dan bahasa. Pada tahun pertama, Balai Pustaka telah menerbitkan buku dalam bahasa Melayu (31), Jawa dengan huruf latin dan arab (101), Sunda (67), Madura (22), Batak (4), Aceh (1), Bugis (1), dan Makassar (1). Topiknya mulai dari kesehatan, pertanian, teknik, kesenian, dan keterampilan.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura.
Angkatan kesusastraan Indonesia balai pustaka, dimulai penghitungannya dari tahun 1920. Kelompok ini disebut dengan angkatan balai pustaka karena pada masa tersebut buku-buku sastra pada umumnya diterbitkan oleh penerbit balai pustaka. Lahirnya angkatan balai pustaka pada kesusastraan Indonesia dilakukan untuk mengurangi pengaruh buruk kesusastraan melayu yang dianggap terlalu cabul dan liar pada masa itu.
Pada angkatan balai pustaka ini, karya sastra yang dipublikasikan oleh penerbit merupakan karya-karya yang amat memelihara perbahasaannya, berbeda dengan karya sastra lainnya dengan penggunakan bahasa sehari-hari sebagai bahasa pengantar sastranya dan bahkan tidak jarang di antara karya sastra tersebut yang masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar sastra yang mereka hasilkan.
Pada angkatan balai pustaka, kesusastraan Indonesia lebih bercorak Minangkabau. Hal ini terjadi karena kebanyakan editor yang ada pada masa balai pustaka memang berasal dari Sumatra Barat. Masa ini adalah masa ketika penulis dan editornya lebih banyak berdarah Sumatra, maka bisa dibilang angkatan ini lebih banyak menghasilkan karya-karya kesumatraan. Selain disebut sebagai angkatan balai pustaka, karya-karya yang lahir pada masa angkatan kesusastraan ini juga disebut dengan angkatan dua puluh.
Titik awal angkatan balai pustaka dimulai ketika terbitnya roman Azab dan Sengsara oleh Merari Siregar, yang disebut juga sebagai awal kebangkitan angkatan balai pustaka. Karyanya Azab dan Sengsara memang lebih banyak menggunakan Bahasa Melayu dibandingkan dengan Bahasa Indonesia, karena pada masa itu bahasa Indonesia masih mengalami perkembangan. Namun, bukan berarti karya Merari ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai karya sastra Indonesia, karena prinsip dasar sastraIndonesia adalah karya-karya yang dijiwai oleh semangat nasionalisme Indonesia.
Jika tadi sudah dibahas mengenai sejarah singkat Periodisasi Sastra Angkatan Balai Pustaka, dibawah ini akan dituliskan pula tokoh-tokoh yang masuk dalam periodisasi kala itu.
Tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka beserta hasil karyanya :
Menurut Rosidi (1986: 37) tokoh-tokoh yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka diantaranya adalah:
Nur Sutan Iskandar (Maninjau 1893)
A. Karangan asli
Salah pilih (dikarang dengan nama samaran Nur Sinah tahun 1928), Karena Mertua (tahun 1932), Hulubalang Raja (novel sejarah oleh Teeuw dipandang yang terbaik), Katak Hendak Jadi lembu, Neraka Dunia (1973), Cinta tanah Air (novel yang terbit pada jaman Jepang tahun1944), Mutiara (1946), Cobaan (1947), Cinta dan Kewajiban (dikarang bersama dengan I.Wairata).
Karangan terjemahan
Anjing Setan – A. Canon Doyle, Gidang Intan Nabi Sulaiman – Rider Haggard, Kasih Beramuk dalam Hati – Beatrice Harraday, Tiga Panglima Perang - Alexander Dumas, Graaf De Monto Cristo – Alexander Dumas, Iman dan Pengasihan – H Sien Klewiex, Sepanjang Gaaris kehidupan – R Casimir.
Karangan saduran
Pengajaran Di Swedwn – Jan Lightair, Pengalaman Masa Kecil – Jan Lighard, Pelik-pelik Kehidupan – Jan Lighard, Si Bakil – Moliere Lavare, Abu Nawas, Jager Bali, Korban Karena Penciiptaan, Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan, Dewi Rimba.
Catatan harian
Ujian Masa (21-7-1947 s/d 1-4-1948)
Abdul Muis (Minangkabau)
Hasil karyannya : Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Suropati (1950) - novel sejarah, Robert Anak suropati (1953) – novel sejarah, Sebatang Kara (Hector Mallot) – karangan terjemahan
Marah Rusli
Lahir di Padang 7 Agustus 1989 dan meninggal di Bandung 17 Januari 1968. Karya-karyanya: Siti Nurbaya (1922) – Sub judul Kasih Tak Sampai, Anak dan Kemenakan (1956), Memang Jodoh – La Harni (1952).
Aman Datuk Majaindo (Solok 1896)
Karya-karyanya: Si Doel Anak Betawi (cerita anak-anak), Anak Desa (cerita anak-anak), Si Cebol Rindukan Bulan (1934), Menebus Dosa, Perbuatan Dukun - Rusmala dewi (dikarang bersama S. Harja Sumarta), Sebabnya Rapiah Tersesat (1934), Syair Si Banso (Gadis Durhaka) terbit tahun 1931 – Kumpulan Syair, Syair Gul Bakawali (1936) – Kumpulan Syair.
Muhammad Kasim (1886)
Karya-karyanya : Pemandangan Dunia Anak-anak, Teman Dukun (kumpulan cerpen), Muda Terung, Pengeran Hindi, Niki Bahtera.
Tulis Sutan Sati
Hasil karyanya: Karangan yang berbentuk novel : Tidak Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932), Sengsara membawa Nikmat (1928).
Cerita lama yang disadur dalam bentuk syair : Siti Marhumah yang Saleh, Syair Rosida.
hikayat-hikayat lama yang ditulis kembali dalam bentuk prosa liris : Sabai Nan Aluih
Selasih dan Sa’adah Alim
Selasih sering memakai nama samaran Seleguri atau Sinamin. Lahir tahun 1909 Karya-karyanya: Kalau Tak Ujung (1933), Pengaruh Keadaan (1973).
Sa’adam Alim, Karya-karyanya: Pembalasannya (1941) – sebuah sandiwara, Taman Penghibur Hati (1941) – kumpulan cerpen, Angin Timur angina Barat (Preal S. Buck) – karya terjemahan.
Merari Siregar
Hasil karyanya: Azab dan Saengsara (1920)
I Gusti Njoman Pandji Tisna
Karya-karyanya: Ni Rawi Ceti Penjual Orang (1935), I Swasta Setahun di Bedahulu (1941), Sukreni Gadis Bali, Dewi Karuna (1938), I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan). 10. Paulus Supit Hasil karyanya: Kasih Ibu (1932)
Suman H.S (Bengkalis)
Karya-karyanya: Kasih Tak Terlarai (1929), Percobaan Saetia (1931), Mencari Pencuri Anak Perawan (1932), Kawan Bergelut (1938) – Kumpulan Cerpen.
H.S. Muntu
Hasil karyanya: Pembalasan (1935), Karena Kerendahan Budi (1941) Penulis dan karya dari angkatan Balai Pustaka
Bacaan Selanjutnya : Karakteristik Karya Sastra Dalam Periodisasi Balai Pustaka
Tulisan Ini disusun oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Sastra, Dosen Pengampu Ahmad Supena, S.Pd., M.A.
Bila ada hal yang salah mohon dikoreksi, melalui kolom komentar, bila ada yang kurang jelas, mari kita diskusikan bersama.
Daftar Rujukan :
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/14/11312901/hari-ini-dalam-sejarah-cikal- bakal-balai-pustaka-berdiri?page=all
https://daudp65.wordpress.com/2009/03/03/”bacaan-liar”-dan-commissie-voor-de- volkslectuur-balai-pustaka/
http://balaipustaka.co.id/tentang-perusahaan/
https://www.academia.edu/6826279/Angkatan_Balai_Pustaka
https://triwinarniindah.blogspot.com/2014/06/karya-sastra-angkatan-balai- pustaka.html
https://maimunahh.wordpress.com/2015/01/01/makalah-sejarah-sastra-2/
https://www.linguistikid.com/2017/05/sejarah-munculnya-penerbit-balai-pustaka.html
Daftar Rujukan :
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/14/11312901/hari-ini-dalam-sejarah-cikal- bakal-balai-pustaka-berdiri?page=all
https://daudp65.wordpress.com/2009/03/03/”bacaan-liar”-dan-commissie-voor-de- volkslectuur-balai-pustaka/
http://balaipustaka.co.id/tentang-perusahaan/
https://www.academia.edu/6826279/Angkatan_Balai_Pustaka
https://triwinarniindah.blogspot.com/2014/06/karya-sastra-angkatan-balai- pustaka.html
https://maimunahh.wordpress.com/2015/01/01/makalah-sejarah-sastra-2/
https://www.linguistikid.com/2017/05/sejarah-munculnya-penerbit-balai-pustaka.html