Seperti yang kita ketahui bersama perkembangan sastra di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, bahkan terbagi kedalam beberapa periodisasi, mulai dari periode sastra angkatan balai pustaka, pujangga baru, sampai pada periode sastra milenial atau cybersastra.
Pada artikel sebelumnya telah dibahas tuntas Latar Belakang dan Sejarah Lahirnya Periode Sastra Angkatan 1945, namun membaca sejarah tidak lengkap jika kita tidak mengetahui karakteristik yang membedakan karya sastra pada periode 1945 dengan periode lain, serta unsur estetik yang ada di dalamnya, berikut penjelasan nya.
Karakteristik Karya Sastra Angkatan 1945
Unsur Estetik Estetik Periode Sastra Angkatan 1946
Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Dengan “Surat Kepercayaan Gelanggang” inilah para penyair Angkatan 45 mendefenisikan diri dan konsep estetik budayanya.
Pendefenisian ini dilakukan sastrawan Angkatan 45 lewat “pemisahan diri” dan kritik keras terhadap generasi sastra sebelumnya, khususnya kritik dan pemisahan diri dengan visi budaya yang ditegakkan Sutan Takdir Alisjahbana. Yang menjadi fokus pemisahan diri disini adalah pada ideologi yang digunakan serta orientasi budaya.
Pemisahan konsep sastra dan visi inilah yang kemudian dijadikan banyak pengamat sastra sebagai ciri utama angkatan 45 dibanding angkatan sebelumnya. H.B. Jassin dalam banyak tulisannya mengemukakan terhadap pemisahan yang tegas antara konsepsi sastrawan Pujangga Baru dengan konsepsi sastrawan generasi 45.
Andaian ini pulalah yang dianut dan dipercayai banyak sastrawan angkatan 45.
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik.
Karena lahir dalam lingkungan yang keras dan memprihatikan karya sastra Angkatan 45 lebih terbuka, pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya, isinya bercorak realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis, sastrawan periode lebih individualisme, dinamis dan kritis, adanya penghematan kata dalam karya, lebih ekspresif dan spontan, terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi dan prosa berkurang.
Pada periode Angkatan 45 berkembang jenis-jenis sastra puisi, cerita pendek, novel dan drama. Keadaan perang pada saat itu mempengaruhi penciptaan sastra dalam permasalahan dan gayanya. Ada beberapa ciri stuktur estetik Angkatan 45 baik pada karya sastra puisi maupun prosa.
Pada karya sastra puisi ciri struktur estetiknya yaitu, pertama, puisinya bebas, tidak terikat pada pembagian bait, jumlah baris dan persajakan.
Kedua, gaya alirannya ekspresionisme dan realisme. Ketiga, pilihan kata (diksi) untuk mencerminkan pengalaman batin yang dalam dan untuk intensitas arti. Keempat, bahasa kiasannya dominan metafora dan simbolik, kata, frasa dan kalimatnya ambigu sehingga multitafsir.
Kelima, gaya sajaknya prismatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik, hubungan baris-baris dan kalimat-kalimat implisit. Keenam, gaya pernyataan pikiranya berkembang yang nantinya menjadi gaya sloganis. Ketujuh, gaya ironi dan sinisme menonjol.
Pada karya sastra prosa, ciri stuktur estetiknya adalah banyak alur sorot balik, walaupun ada juga alur lurus, digresi dihindari sehingga alurnya padat, pada penokohan analisis fisik tidak dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis langsung melainkan dengan cara dramatik melalui arus kesadaran dan percakapan antar tokoh, banyak menggunakan gaya ironi dan sinisme, gaya realisme dan naturalisme, menggambarkan kehidupan sewajarnya secara mimetik.
Inilah ciri struktur estetik dari karya sastra puisi dan prosa Angkatan 45, yang membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi karya sastra yang fenomenal dalam sejarah sastra Indonesia.
Semoga informasi yang disajikan diatas dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan para sobat tweeters, jika ada hal yang kurang jelas, dan ingin ditanyakan, marik kita diskusikan bersama, dengan cara tulis di kolom komentar, atau hubungi melalui halaman kontak.