Pembahasan mengenai bahasa akan terus berkembang seriring dengan perkembangan zaman, terlebih ketika bahasa yang suatu individu gunakan dihubungkan dengan individu lain, maka ia bukan lagi sekedar menjadi teori yang hanya membahas bahasa itu sendiri.
Namun bahasa akan memandang serta menempatkan kedudukannya dalam hubungannya dengan pemakai atau penutur di dalam suatu kelompok masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya.
Salah satu fungsi Bahasa ialah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi, dimana ada pihak yang berkomunikasi, lalu informasi yang dikomunikasikan, dan adapula alat yang digunakan untuk berkomunikasi.
Bahasa sebaga alat komunikasi terkadang hanya hanya bisa dipahami maknanya melalui konteks.
Dalam hal ini, kajian pragmatik akan menuntun dan menjelaskan bagaimana pengguna bahasa dapat mengatasi keambiguitasan, karena makna tersebut bergantung pada cara, tempat, waktu tertentu dari ucapan si penutur.
Di dalam artikel ini akan dibahas secara lengkap mengenai pragmatik bahasa, meliputi definisi, sejarah pragmatik, aspek-aspek pragmatik, teori-teori seputar kajian pragmatik, contoh-contoh bahasa pragmatik dalam masyarakat kemudian juga peran ilmu pragmatik dalam berbahasa.
Definisi Pragmatik Menurut Para Ahli
Sehubungan dengan istilah pragmatik ini akan banyak ditemukan definisi atau pengertiannya. Berikut teori-teori tentang pragmatik dari beberapa ahli;
Ketika membicarakan pragmatik tentunya tidak terlepas dari teori tentang kebahasaan Menurut Ernst Casser dalam bukunya yang berjudul Philosophy of Symbolic Forms, bahwa teori kebahasaan dibagi menjadi tiga cabang
- semantik, berhubungan dengan makna-makna tanda bahasa,
- sintaktik, berhubungan dengan kombinasi tanda-tanda,
- pragmatik, berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda itu dalam tingkah laku dimana mereka berada (fungsi tanda itu).
Berbeda dengan Ernst Casser, George Yule juga menuangkan pemikirannya dan mendefinisikan pragmatik yang diterdiri atas empat bagian.
1. Pragmatik sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar/atau pembaca (Pragmatics is the study of speaker meaning).
2. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual (Pragmatics is the study of contextual meaning), dimana melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.
Dalam hal ini diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
3. Pragmatik merupakan studi tentang bagaimana agar lebih banyak informasi yang disampaikan ketimbang yang dituturkan atau bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu pola interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur (Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said).
Jenis studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa studi ini adalah studi pencarian makna yang tersamar.
4. Pragmatik merupakan studi tentang ungkapan dari jarak hubungan, yaitu seberapa dekat atau jauh jarak pendengar (Pragmatics is the study of the expression of relative distance).
Penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan. Jarak hubungan di sini merupakan jarak keakraban, baik keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang sama.
Sementara itu Levinson dalam bukunya yang berjudul Pragmatics mendefinisikan bahwa pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakai dengan konteksnya.
Pragmatik juga merupakan sebuah kajian atau penelitian di bidang deiksis, implikatur, praanggapan, penuturan atau tindak bahasa, dalam struktur wacana.
Menurut Morris, kajian tentang pragmatik merupakan bagian dari teori semiotik, hal ini disebabkan karena pragmatik berhubungan langsung dengan tingkah laku pemakai bahasa, yakni antara penutur dan mitra tutur.
Walaupun pragmatik selalu berhubungan dengan semantik, karena tingkah laku itu efek dari pemahaman terhadap makna, tetapi pragmatik lebih mengedepankan aktualisasi dari suatu teks bahasa.
Dan dibawah ini merupakan pengertian pragmatik menurut beberapa ahli lainnya.
Pengertian Pragmatik Menurut Kridalaksana (1993:177)
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran.
Pengertian Pragmatik Menurut Verhaar (1996: 14)
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.
Pengertian Pragmatik Menurut Purwo (1990: 16)
Mendefinisikan pragmatik sebagai telah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi.
Pengertian Pragmatik Menurut Leech (1993:8)
Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations) yang meliputi unsur-unsur penyapa dan yang disapa, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan, waktu, dan tempat.
Pengertian Pragmatik Menurut Thomas (1995:2)
Mendefinisikan pragmatik dengan menggunakan sudut pandang sosial dan sudut pandang kognitif. Dengan sudut pandang sosial, Thomas menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, pragmatik dihubungkan dengan interpretasi tuturan (utterance interpretation).
Thomas (1995;2) menyebut adanya kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian yaitu, pertama dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara. Kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran.
Selanjutnya Thomas (1995:22) dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makan dalam interaksi.
Pengertian Pragmatik Menurut Nababan (1987:2)
Pragmatik ialah aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaannya.
Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada beberapa ilmu lain yang juga mengkaji bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa ilmu-ilmu itu ialah filsafat bahasa, sosiolinguistik antropologi, dan linguistik – terutama analisa wacana (discourse analysis) dan teori deiksis (Nababan, 1987).
Pengertian Pragmatik Menurut Crystal (1987: 120)
Crystal menyatakan pragmatics studies the factors that govern our choice of language in social interaction and the effect of our choice on others. In theory, we can say anything we like. In practice, we follow a large number of social rules (most of them unconsciously) that constrain the way we speak. Pragmatik mengkaji faktor-faktor yang mendorong pilihan bahasa dalam interaksi sosial dan pengaruh pilihan tersebut pada mitra tutur. Di dalam teori, kita dapat mengatakan sesuatu sesuka kita. Di dalam praktik, kita harus mengikuti sejumlah aturan sosial (sebagian besarnya tidak disadari) yang harus kita ikuti.
Dari serangkaian definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa pragmatik mempunyai cakupan arti yang luas; tidak hanya studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur, tetapi juga studi tentang penggunaan bahasa dalam sehari-hari berdasarkan konteksnya. Makna bahasa sesuai konteks inilah yang akan menjadi bahasan utama dalam makalah ini.
Sejarah Singkat Pragmatik
Munculnya istilah pragmatik tidak terlepas dari peranan seorang filsuf yang bernama Charles Morris (1938). Ia mengolah kembali pemikiran para filsuf pendahulunya seperti Locke (1839 – 1914) dan Peirce (1632-1704) mengenai semiotik (ilmu tanda dan lambang).
Kemudian Oleh Morris semiotik dibagi menjadi tiga cabang: sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda, semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan obyek, dan pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan penafsir. Tanda-tanda yang dimaksud di sini adalah tanda bahasa bukan tanda yang lain.
Transformasi kajian linguistik di Amerika pada tahun 1970-an dipelopori oleh karya filsuf-filsuf seperti: Austin (1962) kemudian juga Searle (1969), yang memberikan banyak perhatian kepada bahasa.
Teori mereka mengenai tindak ujaran mempengaruhi perubahan linguistik dari pengkajian bentuk-bentuk bahasa (yang sudah mapan dan merata pada tahun 1950-1960-an) ke arah fungsi-fungsi bahasa dan pemakaiannya dalam komunikasi.
Sementara di negara kita (Indonesia) Pragmatik diperkenalkan pertama kali dalam kurikulum bidang studi Bahasa Indonesia (Kurikulum 1984) yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Aspek-Aspek Pragmatik
Di dalam pragmatik terdapat sejumlah aspek penting. Hal ini disampaikan oleh seseorang yang bernama Peter Grundy, merupakan pengajar pragmatik di Durham University menurutnya ada beberapa keutamaan dan terpenting dalam kajian pragmatik. Yaitu :
1. Ketepatan (Appropriacy)
Dalam hal ini diperlukan ketepatan antara ucapan si penutur dengan situasi yang sedang ia hadapi, dan orang yang ia tuju.
Contoh:
A: (dengan suara agak pelan) kamu tidak perlu khawatir, dokter akan berusaha yang terbaik demi kesembuhan kakakmu
B: (Menganggukan kepala) hmm oke..
(Konteks Percakapan: Pada saat sedang berada di Rumah Sakit)
Makna Secara Tak Langsung (Non-literal or indirect meaning)
Tidak semua makna yang dikehendaki penutur disampaikan lewat ujarannya secara harfiah. Terkadang makna harfiah sangat jauh kedudukannya dengan makna tak langsung. Pada kenyataannya, makna tak langsung juga merupakan jenis bahasa yang digunakan dalam dunia nyata, sedangkan makna harfiah hanya merupakan satu aspek makna yang disampaikan dalam sebuah ujaran.
A: (dengan suara agak pelan) kamu tidak perlu khawatir, dokter akan berusaha yang terbaik demi kesembuhan kakakmu
B: (Menanggukan kepala) hmm oke..
(Konteks Percakapan: Pada saat sedang berada di Rumah Sakit)
Seperti contoh di atas, dalam ujaran yang dituturkan tokoh A, mengandung makna tak langsung, bahwa ia mempercayai kompetensi dan keprofesionalan seorang dokter.
3. Kesimpulan (Inference)
Di dalam suatu percakapan, seringkali muncul sebuah pertanyaan mengenai bagaimana kita mendapatkan makna secara harfiah (contohnya percakapan panjang) dan memahami makna tak langsung (contohnya pertentangan) dari serangkaian kata yang muncul.
Pada kenyataannya kita harus menarik intisari ataupun kesimpulan sebagai upaya memahami apa yang dimaksudkan si penutur. Terkadang kesimpulan yang dihasilkan cukup dramatis dan lebih menarik dibandingkan makna harfiah itu sendiri. Dalam hal ini, setiap ujaran terlihat seperti mengundang suatu kesimpulan.
4. Tidak dapat ditentukan (Indeterminacy)
Beberapa makna yang dijadikan bahan untuk suatu kesimpulan mempunyai satu konsekuensi yang penting. Dalam beberapa kasus, terkadang ujaran yang kita dengar tidak jelas, atau istilahnya dalam linguistik yaitu: ‘under-determined’ (di bawah ketentuan).
Kesimpulan yang kita tarik menentukan apakah makna yang mungkin merupakan suatu pemikiran yang dimaksud oleh penutur. Suatu konteks dalam hal ini juga dapat membantu kita untuk menentukan makna, dan dengan mengetahui siapa penutur, kita juga dapat menentukan apa yang penutur maksudkan.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pragmatik merupakan bagian yang mempelajari cara untuk menilai kemampuan kita secara sistematis dalam menentukan maksud penutur bahkan ketika ujaran-ujarannya secara dramatis berada di bawah ketentuan (Under determined).
5. Konteks (Context)
Terdapat sebuah romantisme antara konteks dan bahasa dalam kajian pragmatik, karena seorang pragmatis tertarik akan makna suatu ujaran yang juga terdapat konteks di dalam ujarannya, dan konteks dapat membantu dalam menentukan makna yang dimaksudkan penutur untuk pendengar.
Mungkin kalian akan bertanya mengapa pemahaman terhadap suatu konteks sangat diperlukan dalam analisis pragmatik...
Justru berangkat dari pemahaman konteks inilah satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan dapat dijelaskan. Konteks ialah segala aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Mengartikan konteks sebagai pengetahuan latar belakang tuturan yang sama-sama dimiliki baik oleh penutur maupun oleh mitra tutur dan hal ini akan membantu mitra tutur dalam menafsirkan makna tuturan.
Dengan demikian, konteks dapat mengacu pada tuturan sebelum dan sesudah tuturan yang mitra tutur maksudkan, yang mengacu kepada keadaan sekitar yang berkaitan dengan kebiasaan partisipan, adat istiadat, dan budaya masyarakat. Konteks pun dapat mengacu pada kondisi fisik, mental, serta pengetahuan yang ada di benak penutur maupun petutur. Unsur waktu dan tempat terkait erat dengan hal-hal tersebut.
6. Hubungan (Relevance)
Hubungan (Relevance) sangat dibutuhkan untuk memahami makna ujaran. Hal itu dikarenakan adanya mekanisme yang memungkinkan setiap orang untuk memeriksa apakah dia telah mencapai pemahaman yang paling relevan. Relevance telah dilihat oleh Sperber dan Wilson (1995) sebagai prinsip terpenting suatu laporan untuk mengetahui cara seseorang memahami bahasa.
7. Refleksivitas (Reflexivity)
Seringkali ketika sedang berbicara, muncul sebuah pikiran bahwa bagaimana ujaran si penutur bisa cocok dalam suatu percakapan secara keseluruhan atau bagaimana penutur ingin dimengerti. Ketika penutur memberitahu pendengar betapa mereka ingin agar pendengar dapat memahami apa yang mereka ucapkan, mereka membuat gugus pemahaman menjadi lebih mudah.
Teori-Teori Seputar Pragmatik
Banyak teori-teori yang berhubungan dengan pragmatik, di antaranya sebagai berikut;
1. Implikatur (Implicature)
Jika seseorang mendengar suatu ungkapan, pertama-tama dia harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi. Informasi itu tentunya (memiliki makna) lebih banyak dari pada sekedar kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan, yang disebut dengan implikatur.
Kemudian Grice juga mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.
Sedangkan di dalam bukunya, Levinson mengungkapkan bahwa implikatur (implicature) disebut juga implikatur percakapan (conversational implicature) merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal, yaitu:
a. Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
b. Konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah. Sebagai contoh, pertanyaan tentang waktu dapat dijawab tidak dengan menyebutkan waktunya secara langsung, tetapi dengan penyebutan peristiwa yang biasa terjadi pada waktu tertentu. Contoh:
B : sebentar, tunggu adzan dzuhur selesai dulu.
Tampaknya kedua kalimat itu tidak berkaitan secara konvensional. Namun pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikannya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa adzan Dzuhur itu dikumandangkan.
c. Konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik. Perhatikan dua kalimat di bawah ini:
(2) hidup dengan gelimang harta akan membuat kita terus bahagia dan mungkin pula hidup dengan gelimang harta tidak selalu membawa kebahagiaan.
Dari kajian implikatur, kalimat (1) sudah mengandung pengertian seperti yang terkandung dalam kalimat (2) selain strukturnya, isi dalam kalimat (2) itu dapat dinyatakan secara lebih sederhana.
d. Konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat. Sebagai contoh, ujaran ‘dia bodoh’ yang berarti kebalikannya, cara kerja metafora dan peribahasa dapat dijelaskan oleh konsep implikatur.
Yang juga sering disinggung dalam bahasa implikatur adalah teori implikatur Grice. Teori implikatur Grice itu ialah teori tentang bagaimana orang menggunakan bahasa. Grice berpendapat bahwa pelaksanaan percakapan itu dipandu oleh seperangkat asumsi.
Asumsi itu didasarkan atas pertimbangan rasional dan dapat dirumuskan sebagai panduan untuk menggunakan bahasa secara efektif dan efisien dalam percakapan.
Dari semua konsep di atas, yang seringkali menjadi masalah dalam implikatur, menurut Peter Grundy adalah dari sebagian besar ujaran, bergantung kepada bagaimana kita dapat memisahkan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dimaksud oleh penutur. Dalam hal ini menurutnya konteks dapat digunakan untuk menentukan maksud penutur dengan apa yang dia katakan secara implisit.
2. Tindak Bahasa (Speech Acts)
Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu. Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur.
Teori tindak tutur tersebut pertama kali dimunculkan oleh Austin pada tahun 1955 hingga 1962 melalui bukunya How to Do Things with Words.
Menurutnya, beberapa kalimat pernyataan dalam bahasa tidak harus digunakan dengan maksud untuk membuat pernyataan benar atau salah, karena kalimat-kalimat itu tidak saja digunakan untuk mengatakan sesuatu, yaitu untuk memberikan sesuatu, tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu secara aktif.
Kalimat-kalimat itu tidak dapat ditanggapi dengan pernyataan itu benar atau itu keliru. Kalimat dan ujaran yang dinyatakan sebagai kalimat oleh Austin disebut performatif (performatives). Pernyataan selain ujaran yang tergolong dalam performatif itu disebut konstatif (constatives).
Austin menggolongkan tindak tutur bahasa menjadi tiga bagian dan ketiganya dilaksanakan secara serentak. Tindak tutur pertama ialah tindak tutur lokusi (locutionary act), merupakan pengujaran kata atau kalimat dengan makna dan acuan tertentu.
Tindak tutur yang kedua ialah tindak tutur ilokusi (illocutionary act), merupakan pembuatan pernyataan, tawaran, janji, dan lain-lain dalam pengujaran. Pembuatan pernyataan, tawaran, janji, dan lain-lain itu dinyatakan menurut daya konvensional yang berkaitan dengan ujaran itu atau secara langsung dengan ekspresi-ekspresi performatif.
Ketiga ialah tindak tutur perlokusi (perlocutionary act), merupakan pengaruh yang dihasilkan pada pendengar karena pengujaran kalimat itu dan pengaruh itu berkaitan dengan situasi pengujarannya.
Penggunaan istilah tindak tutur mencakup tindakan seperti ‘menyuruh’, ‘bertanya’, dan ‘memberitahu’.
Selain itu juga di dalam tindak tutur bahasa, dilakukan hipotesa performatif yang terdiri dari dua jenis yaitu performatif eksplisit (penuturan yang biasanya dalam bentuk/versi perintah) dan performatif implisit (si penutur tidak mengungkapkan maksud ujarannya secara langsung).
Tindak tutur juga dapat diklasifikasikan ke dalam 5 jenis yaitu: deklarasi (jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan, penutur memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus dan mencoba menggambarkan makna ujarannya),
Representatif (jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan),
Ekspresif (jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur),
Direktif (jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu), dan yang terakhir komisif (jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang).
Pembahasan terakhir mengenai tindak tutur yaitu bahwa tindak tutur juga dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tidak langsung.
Tindak tutur langsung adalah bentuk deklaratif untuk membuat suatu pernyataan bukan permohonan, sedangkan tindak tutur tidak langsung merupakan permohonan yang terjadi apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dan fungsi.
Peran Ilmu Pragmatik dalam Berbahasa
Kita tentunya mengetahui bahwa bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam upaya berinteraksi. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia sulit berinteraksi dengan sesama atau masyarakat.
Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung.
Oleh karena itu, setiap manusia harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut harus dipahami.
Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik. Maka setelah dipaparkan banyak contoh dari ungkapan bahasa pragmatik di sekitar kita dapat diambil sebuah kesimpulan dimana pragmatik bukan memandang bahasa dari segi strukur atau formalitasnya yang kadang ia tidak dapat dipahami, namun lebih kepada fungsi dari bahasa itu sendiri, seperti memahami hal-hal di luar bahasa yaitu membantu kita dalam mengamati bahasa untuk memahami posisi sosial.
Pragmatik juga berkaitan erat dengan makna. Pragmatik dapat membantu memecahkan problem interpretasi tuturan yang bergantung pada penilaian kontribusi dari berbagi jenis konteks untuk penginterpretasian tersebut.
Pragmatik juga berfungsi untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai sehingga kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai. Pragmatik mengkaji makna ujaran yang terkomunikasikan atau dikomunikasikan.
Kemudian hal itu menjadi bagian dari pelaksanaan komunikasi manusia dalam berinteraksi yang kadang tidak membutuhkan formalitas apalagi legalitas.
Sehingga peran ilmu pragmatik dalam kaitannya dengan berbahasa pun menjadi begitu nyata, disamping membantu dalam pemahaman makna bahasa terkait dengan konteks, bahasa pragmatik sendiri dapat membuat lawan penutur menjadi lebih merasa nyaman.
Bahasa merupakan bagian dari masyarakat yang berinteraksi dan berkomunikasi. Sehingga ia tidak bisa dipandang secara sederhana, namun jika sudah berada dalam tataran sosial atau masyarakat dibutuhkan hal yang dapat mengungkan hal yang berada dibaliknya.
Pragmatik merupakan satu-satunya tataran dalam linguistik yang mengkaji bahasa dengan memperhitungkan penggunanya, selain itu ketidakmampuan sintaksis dan semantik dalam menjelaskan fenomena penggunaan bahasa sehari-hari, menjadikannya dirasa perlu dikaji tersendiri, sehingga dalam pengajaran bahasa, pragmatik berperan dalam pengembangan kompetensi komunikatif.
Untuk mengetahui contoh analisis pragmatik dalam situasi komunikasi di masyarakat, kalian bisa melihatnya dengan klik tautan dibawah ini.
Demikian pembahasan mengenai Peran ilmu pragmatik dalam berbahasa dan komunikasi sehari-hari, semoga bermanfaat dan menambah wawasan pembaca, jika ada hal yang kurang jelas, mari diskusikan bersama melalui kolom komentar.